Sabtu, 08 Maret 2014

NORMA-NORMA DAN KECAKAPAN MATEMATIKA


(Dikembangkan di Amerika Serikat)

Untuk menantang pemikiran siswa, Scott Frye dan Signe Kastberg mengadaptasi sebuah ratio perbandingan masalah dari Lamon (1994) yaitu dengan  mencontohkan atlit dan dokter yang akan dibagi pizza dimana  setiap 7 atlit mendapatkan 3 pizza sedangkan 3 dokter mendapatkan satu pizza. Dari permasalahan ini timbul suatu pertanyaan yaitu siapa yang akan mendapatkan pizza terbanyak, atlit atau dokter?
Beberapa pendekatan dilakukan oleh siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut ada siswa yang menyelesaikannya dengan membuat  tabel dan ada juga perbandingan yang kemudian dikonversikan kedalam bentuk desimal .  
Tabel
Atlit
Pizza
7
3
14
6
21
9





Dokter
Pizza
3
1
6
2
9
3
12
4
18
5
21
6

Dalam penyelesaian menggunakan pendekatan  tabel ini. Ada siswa yang menemukan jumlah pizza yang sama untuk atlit dan dokter yaitu 3 pizza untuk 7 atlit dan  3 pizza untuk 9 dokter. Ada juga siswa yang menemukan jumlah orang yang sama (baca : atlit dan dokter) untuk mendapatkan pizza yakni 21 atlit untuk 9 pizza dan 21 dokter untuk 6 pizza. Sedangkan pada pendekatan perbandingan yang dikonversikan. Siswa mencoba untuk menkonversi rasio tiga pizza untuk tujuh atlet  yaitu 3p/7a dan satu pizza untuk  tiga dokter yaitu 1p/3d dan kemudian untuk pizza diubah kedalam bentuk desimal untuk masing-masing setiap satu orang atlit dan dokter. Sehingga diperoleh 0,43 p/1a dan 0.33 p/1d. (keterangan : p = pizza, a= atlit, d= dokter). Kemudian setelah mereka menemukan caranya masing-masing dalam menjawab pertanyaan tersebut maka mereka mempresentasikannya
 Presentasi Jessica di kelas Frye menggunakan pendekatan perbandingan yang kemudian dikonversikan mengilustrasikankan bagaimana norma ketekunan dalam konteks matematika. Karena dia menekankan bahwa apa yang ia didapatkan, itu merupakan hal yang penting dari pencariannya. Ketika ia mengubah jawaban bentuk pecahan  ke dalam bentuk desimal ia bingung menjelaskan hasil yang ia dapatkan. Sehingga ia harus meninjau setiap unit dalam perhitungan untuk membuat hasil sebagai perbandingan.
 Pada persentasi dengan menggunakan pendekatan tabel, Ashley menjelaskan menggunakan jumlah pizza yang sama untuk atlit dan dokter atlit yang memperoleh pizza yang lebih banyak. Sedangkan Stevie menjelaskan menggunakan jumlah orang yang sama (baca : atlit dan dokter) untuk mendapatkan pizza. Pada poin ini, Stevie menantang Ashley, bahwa “kamu akan menemukan sebuah angka yang sama juga dari orang (baca : atlit dan dokter) dalam tabel kamu jika kamu terus menjumlahkan ”. Ashley merespon tantangan stevie dengan terus menjumlahkannya, ternyata benar yang dikatakan Stevie bahwa jika terus  dijumlahkan akan mendapatkan jumlah orang yang sama yaitu 21 atlit untuk 9 pizza dan 21 dokter untuk 6 pizza.  Dalam masalah pizza  dan tantangannya stevi memperoleh poin bahwa tujuan dari pembelajaran tidak hanya belajar selama presentasi saja dan teman-teman sekelas. Tetapi penting juga untuk memperkenalkan pembelajaran dengan cara penyelesaian yang berbeda-beda.

Stevie mendeskripsikan pembelajaran yang dia miliki dan mendorong teman-teman sekelas untuk memberikan tantangan dan pertanyaan. Dari beberapa pendekatan yang dilakukan siswa tersebut pada kelas Frye tingkah laku tetap melakukan (tekun), menantang dan bertanya diharapkan dalam jalannya diskusi. Dalam kelas matematika, bagaimanapun, norma-norma ini menjadi sebuah dimensi baru sebagai “norma matematika sosial” (Yackel dan Cobb, 1966), atau mengharapkan cara dalam melibatkan diskusi matematika. Fakta ini pada gilirannya berkontribusi pada “kecakapan matematika” siswa (Kilpatrick, Swafford, dan Findell 2001).  Norma-norma sosial di kelas berupa "penjelasan, pembenaran, dan argumen" (Yackel dan Cobb 1996, halaman 460) sedangkan norma-norma matematika-sosial melibatkan pemeriksaan matematika dalam berbagai cara mencari solusi. Ketekunan adalah salah satu contoh dari norma sosial.

Sumber : Teaching Children Mathematics. August 2013. Vol 20, No. 1


Tidak ada komentar:

Posting Komentar